Jumat, 28 November 2014

DIKSI

DIKSI

Pengertian Diksi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pilihan kata yang tepat dan selaras (dalam penggunaannya) untuk mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu (seperti yang diharapkan.
Menurut Hermandra, diksi mencakup pengertian kata-kata mana yang dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata-kata yang tepat atau menggunakan ungkapan-ungkapan yang tepat, gaya mana yang paling baik digunakan dalam suatu situasi.
Menurut Gorys Keraf, pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar. Pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasa sejumlah besar kosa kata atau perbendaharaan kata bahasa itu. Sedangkan yang dimaksud pembendaharaan kata atau kosa kata suatu bahasa adalah keseluruhan kata yang dimiliki suatu bahasa.
Jadi dapat disimpulkan diksi merupakan pemilihan kata yang tepat untuk menyampaikan maksud tertentu yang disampaikan dengan gaya yang selaras agar mudah dipahami. Diksi bukan sekedar memilih kata yang tepat, namun harus sesuai dengan nilai yang diakui oleh masyarakat.


Syarat-Syarat Ketetapan dan Kesesuaian Diksi
Ketetapan Diksi adalah sebuah kemampuan sebuah kata untuk menimbukan gagasan yang sama pada imajinasi pembaca atau pendengar, seperti yang dipikirkan atau dirasakan oleh penulis atau pembicara,maka setiap penulis atau pembicara harus berusaha secermat mungkin memlih-milih katanya untuk mencapai maksud dari kata tersebut. Berikut syarat-syarat ketetapan diksi :

a. Mampu membedakan secara cermat makna denotasi dan konotasi
Denotatif adalah makna yang sebenarnya dari sebuah kata. Contoh: Dia sedang makan nasi uduk. Kata “makan” dalam kalimat ini bermakna memasukan makanan dalam mulut, dikunyah dan ditelan.
Konotatif adalah makna yang timbul sebagai akibat dari sikap sosial pribadi dan kriteria tambahan yang dikenakan pada sebuah makna konseptual. Contoh : Dia makan waktu banyak untuk menyelesaikan tugas kelompoknya. Kata “makan” dalam kalimat ini bermakna menghabiskan waktu.

b. Membedakan dengan cermat kata-kata yang hampir bersinonim
Kata-kata yang memiliki makna yang sama. Contoh : muka, paras, wajah yang bermakna bagian depan kepala, dr dahi atas sampai ke dagu dan antara telinga yg satu dan telinga yg lain.

c. Membedakan kata-kata yang mirip dalam cara mengeja
Kelompok kata yang memiliki kesamaan bunyi dalam ejaan, namun memiliki tulisan yang berbeda disebut homofon. Contohnya kata “massa” yang bermakna jumlah yang banyak, sedangkan kata “masa” bermakna waktu.
Kelompok kata yang memiliki kesamaan huruf namun berbeda bunyi ejaan disebut homograf. Contohnya kata “apel” bisa bermakna wajib hadir dl suatu upacara resmi atau salah satu jenis buah.

d. Menghindari kata-kata ciptaan sendiri
Kata-kata yang diciptakan sendiri ada 2 macam, yaitu jargon dan slang. Jargon adalah kata-kata yang digunakan secara terbatas dalam bidang ilmu, profesi atau kelompok tertentu. Contohnya “sikon” yang bermakna situasi dan kondisi. Sedangkan slang merupakan kata-kata yang tidak baku yang dibentuk sebagai keinginan untuk tampil berbeda, dan jika kata tersebut telah usang maka akan diganti dengan kata yang lain. Contoh kata “keles” yang berasal dari kata “kali” yang bermakna sebagai perbandingan suatu peristiwa.

e. Mampu memahami kata abstrak dan konkret
Kata konkret adalah kata yang mudah dimengerti oleh panca indra. Contoh : kursi, meja, mobil. Sedangkan kata abstrak merupakan kata yang tidak dapat dimengerti oleh panca indra. Contoh : mimpi, khayalan, cinta.

f. Dapat membedakan kata umum dan kata khusus
Kata umum adalah kata yang memiliki cakupan makna yang luas (hipernim). Sedangkan kata khusus adalah kata yang cakupan maknanya lebih terbatas (hiponim). Contoh kata umum yaitu “melihat”, sedangkan kata khususnya dapat berupa kata “menyaksikan”, “memeriksa”, “melirik”.

Kesesuaian Diksi adalah kecocokan dalam mempergunakan kata, kecocokan pertama tama mencakup soal kata mana yang yang akan digunakan dalam kesempatan tertentu. Dibutuhkan agar tidak merusak makna, suasana, dan situasi yang hendak ditimbulkan, dengan syarat kesesuaiannya :
            1. Menggunakan ragam baku dengan cermat dan tidak mencampur adukan         dengan kata tidak baku yang digunkan dalam pergaulan.
            Contoh: hakikat (baku) : hakekat (tidak baku)
            2. Menggunakan kata yang berhubungan dengan nilai sosial dengan cermat.
            Contoh: kencing (kurang sopan) : buang air kecil (lebih sopan)
            3. Menggunakan kata berpasangan dan berlawanan makna dengan cermat.
            Contoh: sesuai bagi (salah) : sesuai dengan (benar)
            4. Menggunakan kata dengan suasana tertentu.
            Contoh: berjalan lambat, mengesot, dan merangkak
            5. Menggunakan kata ilmiah untuk penulisan karya ilmiah dan komunikasi non     ilmiah menggunakan kata populer.
            Contoh: argumentasi (ilmiah), pembuktian (populer)
            6. Menghindarkan penggunaan ragam lisan (pergaulan) dalam bahasa tulis.
            Contoh : tulis, baca, kerja (bahasa lisan) : menulis, membaca, mengerjakan          (bahasa tulis)

Elemen Diksi
a. Fonem : satuan bunyi terkecil yg mampu menunjukkan kontras makna
b. Silabel : suku kata
c. Konjungsi : kata atau ungkapan penghubung antarkata, antarfrasa, antarklausa, dan antarkalimat
d. Nomina : kelas kata yg dalam bahasa Indonesia ditandai oleh tidak dapatnya bergabung dengan kata tidak (kata benda)
e. Verba : kata yg menggambarkan proses, perbuatan, atau keadaan (kata kerja)
f. Infleksi : perubahan bentuk kata (dl bahasa fleksi) yg menunjukkan berbagai hubungan gramatika
g. Uterans : mempengaruhi diksi berdasarkan kemampuan bahasa dengan kriteria penggunaan dan pemahaman yang jelas dan efektif
Penggunaan Diksi dalam Kalimat
Pada dasarnya (Aninditya Sri Nugraheni: 195) kalimat adalah rangkaian kata terpilih yang mengandung unsur-unsur tertentu, seperti subjek, predikat, objek, dan keterangan (S-P-O-K). Dalam hal ini, kemampuan memilih kata-kata atau diksi sangat menentukan kualitas kalimat yang akan disusun. Dalam perkembangan selanjutnya, kalimat dituntut untuk lebih efektif agar tidak boros kata-kata dan membuat makna didalamnya menjadi kabur. Kalimat yang komunikatif, mampu menyampaikan pesan, gagasan, perasan, ataupun pemberitahuan sesuai maksud penulis.
Berikut ini merupakan teknik untuk menggunakan diksi dengan baik :
a. Ringkaslah kalimat yang akan disampaikan
b. Hindari pengulangan kata yang tidak perlu
c. Hindari pengulangan anak kalimat
d. Hindari mendahulukan kata kerja
e. Jangan menempatkan kata kerja yang penting di akhir kalimat, karena biasanya secara lisan kita akan menurunkan suara di akhir kalimat.

Kesalahan dalam Pemilihan Diksia. Menggunakan dua kata bersinonim dalam satu frasa.
b. Menggunakan kata tanya yang tidak menanyakan sesuatu: di mana, yang mana, bagaimana, mengapa, dan lain-lain.
c. Menggunakan kata berpasangan yang tidak sepadan: tidak hanya-tetapi seharusnya tidak hanya-tetapi juga; bukan hanya-tetapi seharusnya bukan hanya-melainkan juga.
d. Menggunakan kata berpasangan secara idiomatik yang tidak bersesuaian. Misalnya: sesuai bagi seharusnya sesuai dengan; membicarakan tentang seharusnya berbicara tentang atau membicarakan sesuatu.
e. Diksi atau kalimat kurang baik (kurang santun).
Contoh kalimat Diksi:
Dampak Pemanasan Global

Para ilmuan menggunakan model komputer dari temperatur, pola presipitasi, dan sirkulasi atmosfer untuk mempelajari pemanasan global. Berdasarkan model tersebut, para ilmuan telah membuat beberapa prakiraan mengenai dampak pemanasan global terhadap cuaca, tinggi permukaan air laut, pantai, pertanian, kehidupan hewan liar dan kesehatan manusia.
Iklim Mulai Tidak Stabil
Para ilmuan memperkirakan bahwa selama pemanasan global, daerah bagian Utara dari belahan Bumi Utara (Northern Hemisphere) akan memanas lebih dari daerah-daerah lain di Bumi. Akibatnya,  gunung-gunung  es akan mencair dan daratan akan mengecil. Akan lebih sedikit es yang terapung di perairan Utara tersebut. Daerah-daerah yang sebelumnya mengalami salju ringan, mungkin tidak akan mengalaminya lagi. Pada pegunungan di daerah subtropis, bagian yang ditutupi salju akan semakin sedikit serta akan lebih cepat mencair. Musim tanam akan lebih panjang di beberapa area. Temperatur pada musim dingin dan malam hari akan cenderung untuk meningkat.
Daerah hangat akan menjadi lebih lembab karena lebih banyak air yang menguap dari lautan. Para ilmuan belum begitu yakin apakah kelembaban tersebut malah akan meningkatkan atau menurunkan pemanasan yang lebih jauh lagi. Hal ini disebabkan karena uap air merupakan gas rumah kaca, sehingga keberadaannya akan meningkatkan efek insulasi pada atmosfer. Akan tetapi, uap air yang lebih banyak juga akan membentuk awan yang lebih banyak, sehingga akan memantulkan cahaya matahari kembali ke angkasa luar,di mana hal ini akan menurunkan proses pemanasan (lihat siklus air). Kelembaban yang tinggi akan meningkatkan curah hujan, secara rata-rata, sekitar 1 persen untuk setiap derajat Fahrenheit pemanasan. (Curah hujan di seluruh dunia telah meningkat sebesar 1 persen dalam seratus tahun terakhir ini). Badai akan menjadi lebih sering. Selain itu, air akan lebih cepat menguap dari tanah. Akibatnya beberapa daerah akan menjadi lebih kering dari sebelumnya. Angin akan bertiup lebih kencang dan mungkin dengan pola yang berbeda. Topan badai (hurricane) yang memperoleh kekuatannya dari penguapan air, akan menjadi lebih besar. Berlawanan dengan pemanasan yang terjadi, beberapa periode yang sangat dingin mungkin akan terjadi. Pola cuaca menjadi tidak terprediksi dan lebih ekstrim.
Suhu Global Cenderung Meningkat
Orang mungkin beranggapan bahwa Bumi yang hangat akan menghasilkan lebih banyak makanan dari sebelumnya, tetapi hal ini sebenarnya tidak sama di beberapa tempat. Bagian Selatan Kanada, sebagai contoh, mungkin akan mendapat keuntungan dari lebih tingginya curah hujan dan lebih lamanya masa tanam. Di lain pihak, lahan pertanian tropis semi kering di beberapa bagian Afrika mungkin tidak dapat tumbuh. Daerah pertanian gurun yang menggunakan air irigasi dari gunung-gunung yang jauh dapat menderita jika snowpack (kumpulan salju) musim dingin, yang berfungsi sebagai reservoir alami, akan mencair sebelum puncak bulan-bulan masa tanam. Tanaman pangan dan hutan dapat mengalami serangan serangga dan penyakit yang lebih hebat.
Gangguan Ekologis
Hewan dan tumbuhan menjadi makhluk hidup yang sulit menghindar dari efek pemanasan ini karena sebagian besar lahan telah dikuasai manusia. Dalam pemanasan global, hewan cenderung untuk bermigrasi ke arah kutub atau ke atas pegunungan. Tumbuhan akan mengubah arah pertumbuhannya, mencari daerah baru karena habitat lamanya menjadi terlalu hangat. Akan tetapi, pembangunan manusia akan menghalangi perpindahan ini. Spesies-spesies yang bermigrasi ke utara atau selatan yang terhalangi oleh kota-kota atau lahan-lahan pertanian mungkin akan mati. Beberapa tipe spesies yang tidak mampu secara cepat berpindah menuju kutub mungkin juga akan musnah.

sumber: http://satriyoadhie.blogspot.com/2012/11/diksi-dan-beberapa-contohnya.html
              http://sukmadyu.wordpress.com/2014/10/12/tugas-softskill-bahasa-indonesia-diksi/
              http://id.wikipedia.org/wiki/Diksi

KALIMAT EFEKTIF

kALIMAT EFEKTIF

PENGERTIAN KALIMAT EFEKTIF
Kalimat efektif adalah kalimat yang mengungkapkan pikiran atau gagasan yang disampaikan sehingga dapat dipahami dan dimengerti oleh orang lain.
Kalimat efektif syarat-syarat sebagai berikut:
1.secara tepat mewakili pikiran pembicara atau penulisnya.
2.mengemukakan pemahaman yang sama tepatnya antara pikiran pendengar atau pembaca dengan yang dipikirkan pembaca atau penulisnya.

CIRI-CIRI KALIMAT EFEKTIF
1.Kesepadanan
Suatu kalimat efektif harus memenuhi unsur gramatikal yaitu unsur subjek (S), predikat (P), objek (O), keterangan (K). Di dalam kalimat efektif harus memiliki keseimbangan dalam pemakaian struktur bahasa.
Contoh:
Budi (S) pergi (P) ke kampus (KT).
Tidak Menjamakkan Subjek
Contoh:
Tomi pergi ke kampus, kemudian Tomi pergi ke perpustakaan (tidak efektif)
Tomi pergi ke kampus, kemudian ke perpustakaan (efektif)

2.Kecermatan Dalam Pemilihan dan Penggunaan Kata
Dalam membuat kalimat efektif jangan sampai menjadi kalimat yang ambigu (menimbulkan tafsiran ganda).
Contoh:
Mahasiswa perguruan tinggi yang terkenal itu mendapatkan hadiah (ambigu dan tidak efektif).
Mahasiswa yang kuliah di perguruan tinggi yang terkenal itu mendapatkan hadiah (efektif).

3.Kehematan
Kehematan dalam kalimat efektif maksudnya adalah hemat dalam mempergunakan kata, frasa, atau bentuk lain yang dianggap tidak perlu, tetapi tidak menyalahi kaidah tata bahasa. Hal ini dikarenakan, penggunaan kata yang berlebih akan mengaburkan maksud kalimat. Untuk itu, ada beberapa kriteria yang perlu diperhatikan untuk dapat melakukan penghematan, yaitu:
a. Menghilangkan pengulangan subjek.
b. Menghindarkan pemakaian superordinat pada hiponimi kata.
c. Menghindarkan kesinoniman dalam satu kalimat.
d. Tidak menjamakkan kata-kata yang berbentuk jamak.
Contoh:
Karena ia tidak diajak, dia tidak ikut belajar bersama di rumahku. (tidak efektif)
Karena tidak diajak, dia tidak ikut belajar bersama di rumahku. (efektif)
Dia sudah menunggumu sejak dari pagi. (tidak efektif)
Dia sudah menunggumu sejak pagi. (efektif)

4.Kelogisan
Kelogisan ialah bahwa ide kalimat itu dapat dengan mudah dipahami dan penulisannya sesuai dengan ejaan yang berlaku. Hubungan unsur-unsur dalam kalimat harus memiliki hubungan yang logis/masuk akal.
Contoh:
Untuk mempersingkat waktu, kami teruskan acara ini. (tidak efektif)
Untuk menghemat waktu, kami teruskan acara ini. (efektif)

5.Kesatuan atau Kepaduan
Kesatuan atau kepaduan di sini maksudnya adalah kepaduan pernyataan dalam kalimat itu, sehingga informasi yang disampaikannya tidak terpecah-pecah. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk menciptakan kepaduan kalimat, yaitu:
a. Kalimat yang padu tidak bertele-tele dan tidak mencerminkan cara berpikir yang tidak simetris.
b. Kalimat yang padu mempergunakan pola aspek + agen + verbal secara tertib dalam kalimat-kalimat yang berpredikat pasif persona.
c. Kalimat yang padu tidak perlu menyisipkan sebuah kata seperti daripada atau tentang antara predikat kata kerja dan objek penderita.
Contoh:
Kita harus dapat mengembalikan kepada kepribadian kita orang-orang kota yang telah terlanjurmeninggalkan rasa kemanusiaan itu. (tidak efektif)
Kita harus mengembalikan kepribadian orang-orang kota yang sudah meninggalkan rasa kemanusiaan. (efektif)
Makalah ini membahas tentang teknologi fiber optik. (tidak efektif)
Makalah ini membahas teknologi fiber optik. (efektif)

6.Keparalelan atau Kesajajaran
Keparalelan atau kesejajaran adalah kesamaan bentuk kata atau imbuhan yang digunakan dalam kalimat itu. Jika pertama menggunakan verba, bentuk kedua juga menggunakan verba. Jika kalimat pertama menggunakan kata kerja berimbuhan me-, maka kalimat berikutnya harus menggunakan kata kerja berimbuhan me- juga.
Contoh:
Kakak menolong anak itu dengan dipapahnya ke pinggir jalan. (tidak efektif)
Kakak menolong anak itu dengan memapahnya ke pinggir jalan. (efektif)
Anak itu ditolong kakak dengan dipapahnya ke pinggir jalan. (efektif)
Harga sembako dibekukan atau kenaikan secara luwes. (tidak efektif)
Harga sembako dibekukan atau dinaikkan secara luwes. (efektif)

7.Ketegasan
Ketegasan atau penekanan ialah suatu perlakuan penonjolan terhadap ide pokok dari kalimat. Untuk membentuk penekanan dalam suatu kalimat, ada beberapa cara, yaitu:
a. Meletakkan kata yang ditonjolkan itu di depan kalimat (di awal kalimat).
Contoh:
Harapan kami adalah agar soal ini dapat kita bicarakan lagi pada kesempatan lain.
Pada kesempatan lain, kami berharap kita dapat membicarakan lagi soal ini. (ketegasan)
Presiden mengharapkan agar rakyat membangun bangsa dan negara ini dengan kemampuan yang ada pada dirinya.
Harapan presiden ialah agar rakyat membangun bangsa dan negaranya. (ketegasan)
b. Membuat urutan kata yang bertahap.
Contoh:
Bukan seribu, sejuta, atau seratus, tetapi berjuta-juta rupiah, telah disumbangkan kepada anak-anak terlantar. (salah)
Bukan seratus, seribu, atau sejuta, tetapi berjuta-juta rupiah, telah disumbangkan kepada anak-anak terlantar. (benar)
c. Melakukan pengulangan kata (repetisi).
Contoh:
Cerita itu begitu menarik, cerita itu sangat mengharukan.
d. Melakukan pertentangan terhadap ide yang ditonjolkan.
Contoh:
Anak itu bodoh, tetapi pintar.
e. Mempergunakan partikel penekanan (penegasan), seperti: partikel –lah, -pun, dan –kah.
Contoh:
Dapatkah mereka mengerti maksud perkataanku?
Dialah yang harus bertanggung jawab dalam menyelesaikan tugas ini.


Contoh kalimat efektif pada artikel:

Kecerdasan Emosional Dalam Belajar

Di tengah semakin ketatnya persaingan di dunia pendidikan dewasa ini,merupakan hal yang wajar apabila para siswa sering khawatir akan mengalami kegagalan atau ketidak berhasilan dalam meraih prestasi belajar atau bahkan takut tinggal kelas.
Banyak usaha yang dilakukan oleh para siswa untuk meraih prestasi belajar agar menjadi yang terbaik seperti membentuk kelompok belajar atau mengikuti bimbingan belajar. Usaha semacam itu jelas positif, namun masih ada faktor lain yang tidak kalah pentingnya dalam mencapai keberhasilan selain kecerdasan ataupun kecakapan intelektual, faktor tersebut adalah kecerdasan emosional.Karena kecerdasan intelektual saja tidak memberikan persiapan bagi individu untuk menghadapi gejolak, kesempatan ataupun kesulitan-kesulitan dan kehidupan. Dengan kecerdasan emosional, individu mampu mengetahui dan menanggapi perasaan mereka sendiri dengan baik dan mampu membaca dan menghadapi perasaan-perasaan orang lain dengan efektif. Individu dengan keterampilan emosional yang berkembang baik berarti kemungkinan besar ia akan berhasil dalam kehidupan dan memiliki motivasi untuk berprestasi. Sedangkanindividu yang tidak dapat menahan kendali atas kehidupan emosionalnya akan mengalami pertarungan batin yang merusak kemampuannya untuk memusatkan perhatian pada tugas-tugasnya dan memiliki pikiran yang jernih.
Sebuah laporan dari National Center for Clinical Infant Programs (1992) menyatakan bahwa keberhasilan di sekolah bukan diramalkan oleh kumpulan fakta seorang siswa atau kemampuan dirinya untuk membaca, melainkan oleh ukuran-ukuran emosional dan sosial: yakni pada diri sendiri dan mempunyai minat; tahu pola perilaku yang diharapkan orang lain dan bagaimana mengendalikan dorongan hati untuk berbuat nakal; mampu menunggu, mengikuti petunjuk dan mengacu pada guru untuk mencari bantuan; serta mengungkapkan kebutuhan-kebutuhan saat bergaul dengan siswa lain. Hampir semua siswa yang prestasi sekolahnya buruk, menurut laporan tersebut, tidak memiliki satu atau lebih unsur-unsur kecerdasan emosional ini (tanpa memperdulikan apakah mereka juga mempunyai kesulitan-kesulitan kognitif seperti ketidakmampuan belajar). (Goleman, 2002: 273)
Penelitian Walter Mischel (1960) mengenai “marsmallow challenge” di Universitas Stanford menunjukkan anak yang ketika berumur empat tahun mampu menunda dorongan hatinya, setelah lulus sekolah menengah atas, secara akademis lebih kompeten, lebih mampu menyusun gagasan secara nalar, serta memiliki gairah belajar yang lebih tinggi. Mereka memiliki skor yang secara signifikan lebih tinggi pada tes SAT dibanding dengan anak yang tidak mampu menunda dorongan hatinya (Goleman, 2002: 81). Individu yang memiliki tingkat kecerdasan emosional yang lebih baik, dapat menjadi lebih terampil dalam menenangkan dirinya dengan cepat, jarang tertular penyakit, lebih terampil dalam memusatkan perhatian, lebih baik dalam berhubungan dengan orang lain, lebih cakap dalam memahami orang lain dan untuk kerja akademis di sekolah lebih baik (Gottman, 1998: xvii)
Keterampilan dasar emosional tidak dapat dimiliki secara tiba-tiba, tetapi membutuhkan proses dalam mempelajarinya dan lingkungan yang membentuk kecerdasan emosional tersebut besar pengaruhnya. Hal positif akan diperoleh bila anak diajarkan ketrampilan dasar kecerdasan emosional, secara emosional akan lebih cerdas, penuh pengertian, mudah menerima perasaan-perasaan dan lebih banyak pengalaman dalam memecahkan permasalahannya sendiri, sehingga pada saat remaja akan lebih banyak sukses di sekolah dan dalam berhubungan dengan rekan-rekan sebaya serta akan terlindung dari resiko-resiko seperti obat-obat terlarang, kenakalan, kekerasan serta seks yang tidak aman (Gottman, 1998: 250)
Siswa bukanlah benda mati yang hanya bergerak bila ada daya dari luar yang mendorongnya, melainkan mahluk yang mempunyai daya-daya dalam dirinya untuk bergerak yaitu motivasi. Dengan adanya motivasi, manusia kemudian terdorong untuk melakukan suatu tindakan atau perilaku, yang termasuk di dalamnya adalah keinginan untuk berprestasi tinggi di dalam belajar. (Irwanto, 1997: 184)
Arden N. Fardesen mengatakan bahwa hal yang mendorong seorang untuk belajar adalah:
a.       Adanya sifat ingin tahu dan menyelidiki dunia yang amat luas.
b.      Adanya sifat yang kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk selalu maju.
c.       Adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru, dan teman.
d.      Adanya uasaha untuk memperbaiki kegagalaan yang lalu dengan usaha yang baru, baik       dengan koprasi maupun dengan kompetisi.
e.       Adanya usaha untuk mendapatkan rasa aman bila menguasai pelajaran.
f.       Adanya ganjaran atau hukuman sebagai konsekwensi dari belajar. (Suryabrata, 1998: 253)
Keenam poin tersebut adalah kemampuan yang harus dimiliki siswa. Bila seorang siswa mampu mengaturnya dengan baik, hal tersebut menunjukan kecerdasan emosional yang baik dan akan memberikan sumbangan yang besar terhadap prestasi baiknya dalam belajar. Tapi kalau yang terjadi sebaliknya, maka siswa akan terhambat dan mengalami kesulitan dalam belajar.
Melihat uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kecerdasan emosional merupakan salah satu faktor yang penting yang seharusnya dimiliki oleh siswa yang memiliki kebutuhan untuk meraih prestasi belajar yang baik di sekolah. Siswa dengan ketrampilan emosional yang berkembang baik berarti kemungkinan besar ia akan berhasil dalam pelajaran, menguasai kebiasaan pikiran yang mendorong produktivitas mereka. Sebaliknya, siswa yang tidak dapat menghimpun kendali tertentu atas kehidupan emosionalnya akan mengalami pertarungan batin yang merampas kemampuan mereka untuk berkonsentrasi pada pelajaran ataupun untuk memiliki pikiran yang jernih, sehingga bagaimana siswa diharapkan berprestasi kalau mereka masih kesulitan mengatur emosi mereka.

ANALISIS  MENURUT SAYA
1.      …merupakan hal yang wajar apabila para siswa sering khawatir akan mengalami kegagalan atau ketidak berhasilan dalam meraih prestasi belajar atau bahkan takut tinggal kelas.
Kalimat berikut tidak efektif karena tidak hemat. Penggunaan kosakata kegagalan dan ketidakberhasilan dapat dipilih salah satu saja karena maknanya sama.
Koreksi :
…merupakan hal yang wajar apabila para siswa sering khawatir akan mengalami kegagalan dalam meraih prestasi belajar atau bahkan takut tinggal kelas.

2.      …namun masih ada faktor lain yang tidak kalah pentingnya dalam mencapai keberhasilan selain kecerdasan ataupun kecakapan intelektual, faktor tersebut adalah kecerdasan emosional.
Kalimat berikut tidak efektif karena tidak hemat. Penggunaan kosakata kecerdasan atau kecakapan dapat dipilih salah satu karena maknanya sama.
Koreksi :
…namun masih ada faktor lain yang tidak kalah pentingnya dalam mencapai keberhasilan selain kecerdasan intelektual, faktor tersebut adalah kecerdasan emosional.

3.      Karena kecerdasan intelektual saja tidak memberikan persiapan bagi individu untuk menghadapi gejolak, kesempatan ataupun kesulitan-kesulitan dan kehidupan.
Kalimat berikut tidak efektif karena tidak sepadan dengan kalimat sebelumnya, selain itu penggunaan kata karena setelah tanda titik juga tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia.

4.      Dengan kecerdasan emosional, individu mampu mengetahui dan menanggapi perasaan mereka sendiri dengan baik dan mampu membaca dan menghadapi perasaan-perasaan orang lain dengan efektif.
Kalimat berikut tidak efektif karena tidak hemat. Penggunaan kata dan berlebihan sehingga kalimat sulit dimengerti. Selain itu, penggunaan katamereka sendiri juga tidak efektif

Koreksi untuk kalimat 3 dan 4:
Dengan kecerdasan emosional, individu mampu mengetahui dan menanggapi perasaan mereka dengan baik serta mampu membaca dan menghadapi perasaan-perasaan orang lain dengan efektif karena kecerdasan intelektual saja tidak memberikan persiapan bagi individu untuk menghadapi gejolak, kesempatan ataupun kesulitan-kesulitan dan kehidupan.

5.      …dan memiliki pikiran yang jernih.
Kalimat berikut tidak efektif karena tidak sepadan dengan kalimat sebelumnya. Sehingga menurut saya, kalimat ini lebih baik dihilangkan saja.

6.      Keterampilan dasar emosional tidak dapat dimiliki secara tiba-tiba, tetapi membutuhkan proses dalam mempelajarinya dan lingkungan yang membentuk kecerdasan emosional tersebut besar pengaruhnya.
Kalimat berikut tidak efektif karena penggunaan kosakata keterampilan bukan yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. Keterampilanharusnya ditulis ketrampilan. Penggunaan kata besar pengaruhnya pun kurang tepatdalam hal ini.
Koreksi:
Ketrampilan dasar emosional tidak dapat dimiliki secara tiba-tiba, tetapi membutuhkan proses dalam mempelajarinya dan lingkungan yang membentuk kecerdasan emosional tersebut memiliki pengaruh yang besar.

7.      Tapi kalau yang terjadi sebaliknya, maka siswa akan terhambat dan mengalami kesulitan dalam belajar.
Kalimat berikut kurang efektif dalam hal pemilihan kosakatanya karena biasanya kata tapi tidak digunakan setelah tanda titik. Bila ingin digunakan setelah tanda titik maka ditambahkan menjadi Akan tetapi.
Koreksi :
Akan tetapi, kalau yang terjadi sebaliknya, maka siswa akan terhambat dan mengalami kesulitan dalam belajar.

8.      …kecerdasan emosional merupakan salah satu faktor yang penting yang seharusnya dimiliki oleh siswa yang memiliki kebutuhan untuk meraih prestasi belajar yang baik di sekolah.
Kalimat berikut kurang efektif dalam hal penggunaan kosakata yang seharusnya. Terlalu banyak menggunakan kata penghubung yang sehingga alangkah lebih baik kosakata tersebut dihilangkan dan makna pun tidak akan berubah.
Koreksi :
…kecerdasan emosional merupakan salah satu faktor yang penting dimiliki oleh siswa yang memiliki kebutuhan untuk meraih prestasi belajar yang baik di sekolah.


sumber: http://widiapriyadi.blogspot.com/2012/11/kalimat-efektif-pengertian-ciri-dan.html
             http://nadhirin.blogspot.com/2009/07/kecerdasan-emosional-dalam-belajar.html

Selasa, 07 Oktober 2014

Ragam Bahasa Indonesia

Ragam Bahasa Indonesia
 
bahasa adalah varian dari sebuah bahasa menurut pemakaian. Berbeda dengan dialek yaitu varian dari sebuah bahasa menurut pemakai[1]. Variasi tersebut bisa berbentuk dialekaksenlarasgaya, atau berbagai variasi sosiolinguistik lain, termasuk variasi bahasa baku itu sendiri [2]. Variasi di tingkat leksikon, seperti slang dan argot, sering dianggap terkait dengan gaya atau tingkat formalitas tertentu, meskipun penggunaannya kadang juga dianggap sebagai suatu variasi atau ragam tersendiri

1.     
Ragam Lisan
Ragam bahasa lisan adalah bahan yang dihasilkan alat ucap (organ of speech) dengan fonem sebagai unsur dasar. Dalam ragam lisan, kita berurusan dengan tata bahasa, kosakata, dan lafal. Dalam ragam bahasa lisan ini, pembicara dapat memanfaatkan tinggi rendah suara atau tekanan, air muka, gerak tangan atau isyarat untuk mengungkapkan ide. Contoh ragam lisan antara lain meliputi:
  • Ragam bahasa cakapan
  • Ragam bahasa pidato
  • Ragam bahasa kuliah
  • Ragam bahasa panggung
Ciri-ciri ragam bahasa lisan :
a.    Memerlukan kehadiran orang lain
b.    Unsur gramatikal tidak dinyatakan secara lengkap
c.    Terikat ruang dan waktu
d.    Dipengaruhi oleh tinggi rendahnya suara
Kelebihan ragam bahasa lisan :
a.    Dapat disesuaikan dengan situasi.
b.    Faktor efisiensi.
c.   Faktor kejelasan karena pembicara menambahkan unsure lain berupa tekan dan gerak anggota badan agah pendengar mengerti apa yang dikatakan seperti situasi, mimik dan gerak-gerak pembicara.
d. Faktor kecepatan, pembicara segera melihat reaksi pendengar terhadap apa yang dibicarakannya.
e. Lebih bebas bentuknya karena faktor situasi yang memperjelas pengertian bahasa yang dituturkan oleh penutur.
f.  Penggunaan bahasa lisan bisa berdasarkan pengetahuan dan penafsiran dari informasi audit, visual dan kognitif.
Kelemahan ragam bahasa lisan :
a.Bahasa lisan berisi beberapa kalimat yang tidak lengkap, bahkan terdapat frase-frase sederhana.
b.Penutur sering mengulangi beberapa kalimat.
c.Tidak semua orang bisa melakukan bahasa lisan.
d.Aturan-aturan bahasa yang dilakukan tidak formal.
2.     Ragam Tulis
Ragam bahasa tulis adalah bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya. Dalam ragam tulis, kita berurusan dengan tata cara penulisan (ejaan) di samping aspek tata bahasa dan kosa kata. Dengan kata lain dalam ragam bahasa tulis, kita dituntut adanya kelengkapan unsur tata bahasa seperti bentuk kata ataupun susunan kalimat, ketepatan pilihan kata, kebenaran penggunaan ejaan, dan penggunaan tanda baca dalam mengungkapkan ide. Contoh ragam lisan antara lain meliputi:
  • Ragam bahasa teknis
  • Ragam bahasa undang-undang
  • Ragam bahasa catatan
  • Ragam bahasa surat
Ciri-ciri ragam bahasa tulis :
a.    Tidak memerlukan kehaduran orang lain.
b.    Unsur gramatikal dinyatakan secara lengkap.
c.    Tidak terikat ruang dan waktu
d.    Dipengaruhi oleh tanda baca atau ejaan.
Kelebihan ragam bahasa tulis :
a.    Informasi yang disajikan bisa dipilih untuk dikemas sebagai media atau materi yang menarik dan menyenangkan.
b.    Umumnya memiliki kedekatan budaya dengan kehidupan masyarakat.
c.    Sebagai sarana memperkaya kosakata.
d.    Dapat digunakan untuk menyampaikan maksud, membeberkan informasi atau mengungkap unsur-unsur emosi sehingga mampu mencanggihkan wawasan pembaca.
Kelemahan ragam bahasa tulis :
a.    Alat atau sarana yang memperjelas pengertian seperti bahasa lisan itu tidak ada akibatnya bahasa tulisan harus disusun lebih sempurna.
b.    Tidak mampu menyajikan berita secara lugas, jernih dan jujur, jika harus mengikuti kaidah-kaidah bahasa yang dianggap cenderung miskin daya pikat dan nilai jual.
c.    Yang tidak ada dalam bahasa tulisan tidak dapat diperjelas/ditolong, oleh karena itu dalam bahasa tulisan diperlukan keseksamaan yang lebih besar.
Ragam bahasa menurut hubungan antarpembiacra dibedakan menurut akrab tidaknya pembicara
  • Ragam bahasa resmi
  • Ragam bahasa akrab
  • Ragam bahasa agak resmi
  • Ragam bahasa santai
  • dan sebagainya
    Ragam Bahasa Berdasarkan Penutur
    1. Ragam bahasa berdasarkan daerah disebut ragam daerah (logat/dialek). 
    Luasnya pemakaian bahasa dapat menimbulkan perbedaan pemakaian bahasa. Bahasa Indonesia yang digunakan oleh orang yang tinggal di Jakarta berbeda dengan bahasa Indonesia yang digunakan di Jawa Tengah, Bali, Jayapura, dan Tapanuli. Masing-masing memilikiciri khas yang berbeda-beda. Misalnya logat bahasa Indonesia orang Jawa Tengah tampak padapelafalan/b/pada posisiawal saat melafalkan nama-nama kota seperti Bogor, Bandung, Banyuwangi, dll. Logat bahasa Indonesia orang Bali tampak pada pelafalan /t/ seperti pada kata ithu, kitha, canthik, dll.
    1. Ragam bahasa berdasarkan pendidikan penutur. 
    Bahasa Indonesia yang digunakan oleh kelompok penutur yang berpendidikan berbeda dengan yang tidak berpendidikan, terutama dalam pelafalan kata yang berasal dari bahasa asing, misalnya fitnah, kompleks,vitamin, video, film, fakultas. Penutur yang tidak berpendidikan mungkin akan mengucapkan pitnah, komplek, pitamin, pideo, pilm, pakultas. Perbedaan ini juga terjadi dalam bidang tata bahasa, misalnya mbawa seharusnya membawa, nyari seharusnya mencari. Selain itu bentuk kata dalam kalimat pun sering menanggalkan awalan yang seharusnya dipakai.
    contoh:
    1) Ira mau nulis surat à Ira mau menulis surat
    2) Saya akan ceritakan tentang Kancil à Saya akan menceritakan tentang Kancil.
      1. Nama:
    1. Ragam bahasa berdasarkan sikap penutur. Ragam bahasa dipengaruhi juga oleh setiap penutur terhadap kawan bicara (jika lisan) atau sikap penulis terhadap pembawa (jika dituliskan) sikap itu antara lain resmi, akrab, dan santai. Kedudukan kawan bicara atau pembaca terhadap penutur atau penulis juga mempengaruhi sikap tersebut. Misalnya, kita dapat mengamati bahasa seorang bawahan atau petugas ketika melapor kepada atasannya. Jika terdapat jarak antara penutur dan kawan bicara atau penulis dan pembaca, akan digunakan ragam bahasa resmi atau bahasa baku. Makin formal jarak penutur dan kawan bicara akan makin resmi dan makin tinggi tingkat kebakuan bahasa yang digunakan. Sebaliknya, makin rendah tingkat keformalannya, makin rendah pula tingkat kebakuan bahasa yang digunakan.
SUMBER:
http://id.wikipedia.org/wiki/Ragam_bahasa
- http://zmughnii.blogspot.com/2013/10/ragam-bahasa.html
- http://tugasmanajemen.blogspot.com/2011/03/pengertian-bahasa-fungsi-bahasa-ragam.html

NAMA: Septian Dwi S.
NPM: 16112930
KELAS: 3KA34

Senin, 06 Oktober 2014

Artikel EYD (Ejaan Yang Disempurnakan)

Artikel EYD (Ejaan Yang Disempurnakan)


Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) adalah ejaan Bahasa Indonesia yang berlaku sejak tahun 1972. Ejaan ini menggantikan ejaan sebelumnya, Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi.

Pada 23 Mei 1972, sebuah pernyataan bersama telah ditandatangani oleh Menteri Pelajaran Malaysia pada masa itu, Tun Hussien Onn dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Mashuri. Pernyataan bersama tersebut mengandung persetujuan untuk melaksanakan asas yang telah disepakati oleh para ahli dari kedua negara tentang Ejaan Baru dan Ejaan Yang Disempurnakan.

Pada tanggal 16 Agustus 1972, berdasarkan Keputusan Presiden No. 57, Tahun 1972, berlakulah sistem ejaan Latin (Rumi dalam istilah bahasa Melayu Malaysia) bagi bahasa Melayu dan bahasa Indonesia. Di Malaysia ejaan baru bersama ini dirujuk sebagai Ejaan Rumi Bersama (ERB).
Selanjutnya Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyebarluaskan buku panduan pemakaian berjudul "Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan".

Pada tanggal 12 Oktober 1972, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, menerbitkan buku "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan" dengan penjelasan kaidah penggunaan yang lebih luas.

Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya No. 0196/1975 memberlakukan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah".
Perbedaan-perbedaan antara EYD dan ejaan sebelumnya adalah:
• 'tj' menjadi 'c' : tjutji → cuci
• 'dj' menjadi 'j' : djarak → jarak
• 'oe' menjadi 'u' : oemoem -> umum
• 'j' menjadi 'y' : sajang → sayang
• 'nj' menjadi 'ny' : njamuk → nyamuk
• 'sj' menjadi 'sy' : sjarat → syarat
• 'ch' menjadi 'kh' : achir → akhir
• awalan 'di-' dan kata depan 'di' dibedakan penulisannya. Kata depan 'di' pada contoh "di rumah", "di sawah", penulisannya dipisahkan dengan spasi, sementara 'di-' pada dibeli, dimakan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.



EYD mencakup penggunaan dalam 12 hal, yaitu penggunaan huruf besar (kapital), tanda koma, tanda titik, tanda seru, tanda hubung, tanda titik koma, tanda tanya, tanda petik, tanda titik dua, tanda kurung, tanda elipsis, dan tanda garis miring.

1. Penggunaan Huruf Besar atau Huruf Kapital
a. Huruf pertama kata ganti "Anda"
- Ke mana Anda mau pergi Bang Toyib?
- Saya sudah menyerahkan uang itu kepada Anda setahun yang lalu untuk dibelikan PS3.

b. Huruf pertama pada awal kalimat.
- Ayam kampus itu sudah ditertibkan oleh aparat pada malam jumat kliwon kemarin.
- Anak itu memang kurang ajar.
- Sinetron picisan itu sangat laku dan ditonton oleh jutaan pemirsanya sedunia.

c. Huruf pertama unsur nama orang
- Yusuf Bin Sanusi
- Albert Mangapin Sidabutar
- Slamet Warjoni Jaya Negara

d. Huruf pertama untuk penamaan geografi
- Bunderan Senayan
- Jalan Kramat Sentiong
- Sungai Ciliwung
e. Huruf pertama petikan langsung
- Pak kumis bertanya, "Siapa yang mencuri jambu klutuk di kebunku?"
- Si panjul menjawab, "Aku tidak Mencuri jambu klutuk, tetapi yang kucuri adalah jambu monyet".
- "Ngemeng aja lu", kata si Ucup kepada kawannya si Maskur.

f. Huruf pertama nama jabatan atau pangkat yang diikuti nama orang atau instansi.
- Camat Pesanggrahan
- Profesor Zainudin Zidane Aliudin
- Sekretaris Jendral Departemen Pendidikan Nasional

g. Huruf Pertama pada nama Negara, Pemerintahan, Lembaga Negara, juga Dokumen (kecuali kata dan).
- Mahkamah Internasional
- Republik Rakyat Cina
- Badan Pengembang Ekspor Nasional


2. Tanda Koma (,)
a. Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.
Misalnya:
• Saya membeli kertas, pena, dan tinta.
• Surat biasa, surat kilat, ataupun surat khusus memerlukan perangko.
• Satu, dua, ... tiga!

b. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi atau melainkan.
Misalnya:
• Saya ingin datang, tetapi hari hujan.
• Didi bukan anak saya, melainkan anak Pak Kasim.

c. Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului induk kalimatnya.
Misalnya:
• Kalau hari hujan, saya tidak akan datang.
• Karena sibuk, ia lupa akan janjinya.

d. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mengiringi induk kalimatnya.
Misalnya:
• Saya tidak akan datang kalau hari hujan.
• Dia lupa akan janjinya karena sibuk.
• Dia tahu bahwa soal itu penting.

e. Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang terdapat pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya oleh karena itu, jadi, lagi pula, meskipun begitu, akan tetapi.
Misalnya:
• ... Oleh karena itu, kita harus berhati-hati.
• ... Jadi, soalnya tidak semudah itu.

f. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seperti o, ya, wah, aduh, kasihan dari kata yang lain yang terdapat di dalam kalimat.
Misalnya:
• O, begitu?
• Wah, bukan main!
• Hati-hati, ya, nanti jatuh.

g. Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat. Misalnya:
• Kata Ibu, "Saya gembira sekali."
• "Saya gembira sekali," kata Ibu, "karena kamu lulus."

h. Tanda koma dipakai di antara
(i) nama dan alamat,
(ii) bagian-bagian alamat,
(iii) tempat dan tanggal, dan
(iv) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan.
Misalnya:
• Surat-surat ini harap dialamatkan kepada Dekan Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jalan Raya Salemba 6, Jakarta.
• Sdr. Abdullah, Jalan Pisang Batu 1, Bogor
• Surabaya, 10 mei 1960
• Kuala Lumpur, Malaysia

i. Tanda koma dipakai untuk menceraikan bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka. Misalnya:
• Alisjahbana, Sutan Takdir. 1949 Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia. Jilid 1 dan 2. Djakarta: PT Pustaka Rakjat.j. Tanda koma dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan kaki. Misalnya:
• W.J.S. Poerwadarminta, Bahasa Indonesia untuk Karang-mengarang (Yogyakarta: UP Indonesia, 1967), hlm. 4.

k. Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga. Misalnya:
• B. Ratulangi, S.E.
• Ny. Khadijah, M.A.

l. Tanda koma dipakai di muka angka persepuluhan atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka. Misalnya:
• 12,5 m
• Rp12,50

m. Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi. Misalnya
• Guru saya, Pak Ahmad, pandai sekali.
• Di daerah kami, misalnya, masih banyak orang laki-laki yang makan sirih.
• Semua siswa, baik yang laki-laki maupun yang perempuan, mengikuti latihan paduan suara.


Bandingkan dengan keterangan pembatas yang pemakaiannya tidak diapit tanda koma:
• Semua siswa yang lulus ujian mendaftarkan namanya pada panitia.
n. Tanda koma dapat dipakai—untuk menghindari salah baca—di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat. Misalnya:
• Dalam pembinaan dan pengembangan bahasa, kita memerlukan sikap yang bersungguh-sungguh.
• Atas bantuan Agus, Karyadi mengucapkan terima kasih.


Bandingkan dengan:
• Kita memerlukan sikap yang bersungguh-sungguh dalam pembinaan dan pengembangan bahasa.
• Karyadi mengucapkan terima kasih atas bantuan Agus.
o. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru. Misalnya:
• "Di mana Saudara tinggal?" tanya Karim.
• "Berdiri lurus-lurus!" perintahnya.



3. Tanda Titik (.)
a. Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
Misalnya:
• Ayahku tinggal di Solo.
• Biarlah mereka duduk di sana.
• Dia menanyakan siapa yang akan datang.
• Hari ini tanggal 6 April 1973.
• Marilah kita mengheningkan cipta.
• Sudilah kiranya Saudara mengabulkan permohonan ini.

b. Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar. Misalnya:
a. III. Departemen Dalam Negri
A. Direktorat Jendral Pembangunan Masyarakat Desa
B. Direktorat Jendral Agraria
b. 1. Patokan Umum
1.1 Isi Karangan
1.2 Ilustrasi
1.2.1 Gambar Tangan
1.2.2 Tabel
1.2.3 Grafik

Catatan:
Tanda titik tidak dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan atau ikhtisar jika angka atau huruf itu merupakan yang terakhir dalam deretan angka atau huruf.
c. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu. Misalnya:
• pukul 1.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik)

d. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan jangka waktu. Misalnya:
• 1.35.20 jam (1 jam, 35 menit, 20 detik)
• 0.20.30 jam (20 menit, 30 detik)
• 0.0.30 jam (30 detik)

e. Tanda titik dipakai di antara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda tanya dan tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar pustaka.
Misalnya:
• Siregar, Merari. 1920. Azab dan Sengsara. Weltevreden: Balai Poestaka.

f. Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya.
Misalnya:
• Desa itu berpenduduk 24.200 orang.
• Gempa yang terjadi semalam menewaskan 1.231 jiwa.
Tanda titik tidak dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang tidak menunjukkan jumlah. Misalnya:
• Ia lahir pada tahun 1956 di Bandung.
• Lihat halaman 2345 dan seterusnya.
• Nomor gironya 5645678.

g. Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan atau kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya. Misalnya:
• Acara Kunjungan Adam Malik
• Bentuk dan Kedaulatan (Bab I UUD'45)
• Salah Asuhan

h. Tanda titik tidak dipakai di belakang
(1) alamat pengirim dan tanggal surat atau
(2) nama dan alamat penerima surat.
Misalnya:
Jalan Diponegoro 82
Jakarta (tanpa titik)
1 April 1985 (tanpa titik)
Yth. Sdr. Moh. Hasan (tanpa titik)
Jalan Arif 43 (tanpa titik)
Palembang (tanpa titik)
Atau:
Kantor Penempatan Tenaga (tanpa titik)
Jalan Cikini 71 (tanpa titik)
Jakarta (tanpa titik)


4. Tanda Seru (!)

Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun rasa emosi yang kuat. Misalnya:
• Alangkah seramnya peristiwa itu!
• Bersihkan kamar itu sekarang juga!
• Masakan! Sampai hati juga ia meninggalkan anak-istrinya!
• Merdeka!


5.Tanda Hubung (–)
a. Tanda hubung menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh penggantian baris. Misalnya:
• Di samping cara-cara lama itu ada ju-
ga cara yang baru.

Suku kata yang berupa satu vokal tidak ditempatkan pada ujung baris atau pangkal baris.
Misalnya:
Beberapa pendapat mengenai masalah itu
telah disampaikan ....
Walaupun sakit, mereka tetap tidak mau
beranjak ....
atau
Beberapa pendapat mengenai masalah
itu telah disampaikan ....
Walaupun sakit, mereka tetap tidak
mau beranjak ....
bukan
Beberapa pendapat mengenai masalah i-
tu telah disampaikan ....
Walaupun sakit, mereka tetap tidak ma-
u beranjak ....
b. Tanda hubung menyambung awalan dengan bagian kata di belakangnya atau akhiran dengan bagian kata di depannya pada pergantian baris.
Misalnya:
• Kini ada cara yang baru untuk meng-
ukur panas.
• Kukuran baru ini memudahkan kita me-
ngukur kelapa.
• Senjata ini merupakan alat pertahan-
an yang canggih.
Akhiran -i tidak dipenggal supaya jangan terdapat satu huruf saja pada pangkal baris.

c. Tanda hubung menyambung unsur-unsur kata ulang.
Misalnya:
• anak-anak, berulang-ulang, kemerah-merahan.
Angka 2 sebagai tanda ulang hanya digunakan pada tulisan cepat dan notula, dan tidak dipakai pada teks karangan.

d. Tanda hubung menyambung huruf kata yang dieja satu-satu dan bagian-bagian tanggal.
Misalnya:
p-a-n-i-t-i-a
8-4-1973

e. Tanda hubung boleh dipakai untuk memperjelas
(i) hubungan bagian-bagian kata atau ungkapan, dan (ii) penghilangan bagian kelompok kata.
Misalnya:
• ber-evolusi
• dua puluh lima-ribuan (20 x 5000)
• tanggung jawab-dan kesetiakawanan-sosial
Bandingkan dengan:
• be-revolusi
• dua-puluh-lima-ribuan (1 x 25000)
• tanggung jawab dan kesetiakawanan social

f. Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan
(i) se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital,
(ii) ke- dengan angka,
(iii) angka dengan -an,
(iv) singkatan berhuruf kapital dengan imbuhan atau kata, dan
(v) nama jabatan rangkap
Misalnya
• se-Indonesia, se-Jawa Barat, hadiah ke-2, tahun 50-an, mem-PHK-kan, hari-H, sinar-X, Menteri-Sekretaris Negara

g. Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa asing.
Misalnya:
di-smash, pen-tackle-an


6. Tanda Titik Koma (;)
a. Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara. Misalnya:
• Malam makin larut; pekerjaan belum selesai juga.

b. Tanda titik koma dapat dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam kalimat majemuk. Misalnya:
• Ayah mengurus tanamannya di kebun itu; Ibu sibuk bekerja di dapur; Adik menghapal nama-nama pahlawan nasional; saya sendiri asyik mendengarkan siaran "Pilihan Pendengar".


7. Tanda Tanya (?)
a. Tanda tanya dipakai pada akhir tanya. Misalnya:
• Kapan ia berangkat?
• Saudara tahu, bukan?

b. Tanda tanya dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya. Misalnya:
Ia dilahirkan pada tahun 1683 (?).
Uangnya sebanyak 10 juta rupiah (?) hilang.


8. Tanda Petik ("...")
a. Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan dan naskah atau bahan tertulis lain. Misalnya:
• "Saya belum siap," kata Mira, "tunggu sebentar!"
• Pasal 36 UUD 1945 berbunyi, "Bahasa negara ialah Bahasa Indonesia."

b. Tanda petik mengapit judul syair, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat. Misalnya:
• Bacalah "Bola Lampu" dalam buku Dari Suatu Masa, dari Suatu Tempat.
• Karangan Andi Hakim Nasoetion yang berjudul "Rapor dan Nilai Prestasi di SMA" diterbitkan dalam Tempo.
• Sajak "Berdiri Aku" terdapat pada halaman 5 buku itu.

c. Tanda petik mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus. Misalnya:
• Pekerjaan itu dilaksanakan dengan cara "coba dan ralat" saja.
• Ia bercelana panjang yang di kalangan remaja dikenal dengan nama "cutbrai".

d. Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang mengakhiri petikan langsung.
Misalnya:
• Kata Tono, "Saya juga minta satu."

e. Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan di belakang tanda petik yang mengapit kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti khusus pada ujung kalimat atau bagian kalimat. Misalnya:
• Karena warna kulitnya, Budi mendapat julukan "Si Hitam".
• Bang Komar sering disebut "pahlawan"; ia sendiri tidak tahu sebabnya.


Catatan:
Tanda petik pembuka dan tanda petik penutup pada pasangan tanda petik itu ditulis sama tinggi di sebelah atas baris.



9. Tanda Titik Dua (:)
a. Tanda titik dua dapat dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap jika diikuti rangkaian atau pemerian. Misalnya:
• Kita sekarang memerlukan perabotan rumah tangga: kursi, meja, dan lemari.
• Hanya ada dua pilihan bagi pejuang kemerdekaan itu: hidup atau mati.

Tanda titik dua tidak dipakai jika rangkaian atau perian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan Misalnya:
• Kita memerlukan kursi, meja, dan lemari.
• Fakultas itu mempunyai Jurusan Ekonomi Umum dan Jurusan Ekonomi Perusahaan.


b. Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.
Misalnya:
a. Ketua
Sekretaris
Bendahara :
:
: Ahmad Wijaya
S. Handayani
B. Hartawan
b. Tempat Sidang
Pengantar Acara
Hari
Waktu :
:
:
: Ruang 104
Bambang S.
Senin
09.30

c. Tanda titik dua dapat dipakai dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan.
Misalnya:
Ibu : (meletakkan beberapa kopor) "Bawa kopor ini, Mir!"
Amir : "Baik, Bu." (mengangkat kopor dan masuk)
Ibu : "Jangan lupa. Letakkan baik-baik!" (duduk di kursi besar)

d. Tanda titik dua dipakai:
(i) di antara jilid atau nomor dan halaman,
(ii) di antara bab dan ayat dalam kitab suci,
(iii) di antara judul dan anak judul suatu karangan, serta
(iv) nama kota dan penerbit buku acuan dalam karangan.
Misalnya:
Tempo, I (1971), 34:7
Surah Yasin:9
Karangan Ali Hakim, Pendidikan Seumur Hidup: Sebuah Studi, sudah terbit.
Tjokronegoro, Sutomo, Tjukupkah Saudara membina Bahasa Persatuan Kita?, Djakarta: Eresco, 1968.


10. Tanda Kurung ((...))
a. Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan.
Misalnya:
• Bagian Perencanaan sudah selesai menyusun DIK (Daftar Isian Kegiatan) kantor itu.

b. Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok pembicaraan.
Misalnya:
• Sajak Tranggono yang berjudul "Ubud" (nama tempat yang terkenal di Bali) ditulis pada tahun 1962.
• Keterangan itu (lihat Tabel 10) menunjukkan arus perkembangan baru dalam pasaran dalam negeri.

c. Tanda kurung mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat dihilangkan.
Misalnya:
• Kata cocaine diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kokain(a).
• Pejalan kaki itu berasal dari (kota) Surabaya.

d. Tanda kurung mengapit angka atau huruf yang memerinci satu urutan keterangan.
Misalnya:
• Faktor produksi menyangkut masalah (a) alam, (b) tenaga kerja, dan (c) modal.


11. Tanda Elipsis (...)
a. Tanda elipsis dipakai dalam kalimat yang terputus-putus.
Misalnya:
• Kalau begitu ... ya, marilah kita bergerak.

b. Tanda elipsis menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada bagian yang dihilangkan.
Misalnya:
• Sebab-sebab kemerosotan ... akan diteliti lebih lanjut.
Catatan:
Jika bagian yang dihilangkan mengakhiri sebuah kalimat, perlu dipakai empat buah titik; tiga buah untuk menandai penghilangan teks dan satu untuk menandai akhir kalimat.
Misalnya:
Dalam tulisan, tanda baca harus digunakan dengan hati-hati ....


12. Tanda Garis Miring (/)
a. Tanda garis miring dipakai di dalam nomor surat dan nomor pada alamat dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim.
Misalnya:
No. 7/PK/1973
Jalan Kramat III/10
tahun anggaran 1985/1986

b. Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata atau, tiap.
Misalnya:
dikirimkan lewat darat/laut (dikirimkan lewat darat atau laut)
harganya Rp25,00/lembar (harganya Rp25,00 tiap lembar)



SUMBER :
http://maulanafitriadi.blogspot.com/2012/12/ejaan-yang-disempurnakan-eyd.html

Nama   : Septian Dwi S.
NPM    : 16112930
Kelas   : 3KA34