Cerpen
Bunda
Seorang anak laki-laki berusia delapan
tahun berjalan sendirian dengan seragam sekolah yang sedikit basah oleh
keringat. Di tengah perjalanan pulang, siswa kelas tiga SD yang bernama Didit
itu melihat kakaknya dari kejauhan sedang duduk berhadapan bersama beberapa
anak di suatu warung makan.
“Kak Gilang, apa yang Kakak lakukan di sini?” tanya Didit penasaran. Ada setumpuk kartu beserta uang kertas lima ribuan di tengah-tengah mereka.
“Anak kecil jangan ikut campur, pulang saja ke rumah! Bilang sama bunda kalau Kakak pulang telat lagi buat PR di rumah teman”.
Didit terdiam dengan kebingungan. Beberapa hari ini kakaknya selalu terlambat pulang sekolah dan selalu bilang belajar di rumah temannya. Tapi kata Andhika, teman sekelas Didit, kakaknya itu bermain kartu di salah satu warung yang tak jauh dari sekolah. Andhika sering melihat Gilang bersama teman-temannya berkumpul di warung itu sampai sore.
Sesampainya di rumah Didit masuk ke
kamarnya dan berganti pakaian. Terdengar seruan Bunda memanggil namanya
menyuruh segera makan siang. Didit pun keluar kamar menuju ruang makan.
“Bunda mau bicara dengan Didit,” kata bunda lembut sambil menarik kursi dan mendudukinya. Bunda mendekati anaknya yang sedang menikmati santapannya dengan lahap.
“Bunda mau bicara dengan Didit,” kata bunda lembut sambil menarik kursi dan mendudukinya. Bunda mendekati anaknya yang sedang menikmati santapannya dengan lahap.
“Bicara apa Bunda?” tanya Didit agak gugup. Dia takut bunda akan menanyakan pertanyaan seperti biasa, di mana kakaknya sekarang dan kenapa belum pulang. Didit takut untuk berbohong.
Ternyata bukan itu yang akan dibicarakan bundanya.
“Begini, sudah empat hari ini Bunda kehilangan uang di dompet. Dompet itu Bunda letakkan di lemari, tepatnya di bawah pakaian Bunda. Setiap hari uang Bunda hilang Rp20.000.
Apa Didit tahu siapa yang mengambil uang
Bunda?” tanya Bunda sambil memandangi Didit.
Didit terkejut mendengar perkataan bundanya. “Didit tidak tahu Bunda,”
Didit terkejut mendengar perkataan bundanya. “Didit tidak tahu Bunda,”
“Benar Didit tidak tahu? Bunda lihat di kamar Didit ada dua komik baru juga ada dua mainan baru. Apakah Didit memakai uang Bunda untuk membelinya?”
“Didit membelinya pakai uang jajan Didit, Bun. Didit kumpulin selama satu minggu ini. Didit benar-benar menginginkan komik dan mainan itu jadi Didit memilih untuk tidak jajan agar bisa membelinya tanpa harus meminta uang sama Bunda atau sama Ayah,” jelas Didit sedih karena bunda telah menuduhnya mencuri uang.
Wanita ini bingung dengan penjelasan Putranya. “Benar begitu? Didit tidak bohong?”
“Iya Bunda. Didit tidak bohong. Didit tidak berani mencuri. Bunda pernah berkata sama Didit kalau bohong dan mencuri itu perbuatan dosa. Allah akan marah sama orang yang bohong dan mencuri. Didit tidak mau Allah marah sama Didit, Bun.” kata Didit perlahan mulai menangis.
Bunda memeluk Didit ketika dilihatnya tetesan air bening keluar dari mata anaknya. “Iya, iya. Bunda percaya dengan Didit. Bantu Bunda mencari siapa yang mencuri uang Bunda ya sayang,”
Malamnya Didit telah menemukan jawaban
siapa yang telah mencuri uang bunda. Dia bertekad malam ini juga ia akan
mencari bukti dan akan ia tunjukkan kepada bunda esok hari. Didit tidak tega
sebenarnya. Tapi ia harus melakukannya agar orang itu jera dan tahu kalau
perbuatannya salah.
Tepat di depan pintu kamar orang tuanya Didit berhenti. Dia menarik nafas kemudian mendorong pintu kamar itu sedikit demi sedikit. Dengan jelas Didit melihat seseorang sedang membuka dompet bunda dan menarik selembar uang. Untung orang itu berdiri membelakangi pintu jadi tak akan tahu jika Didit sedang melihat perbuatannya. Didit Segera merekam kejadian itu menggunakan handphone. Kira-kira sudah cukup, Didit langsung meninggalkan kamar itu. Lalu saat itu Handphone Didit berbunyi, Handphone Didit bergetar dan berdering. Dia terkejut mendengar bunyi alarm dari handphone nya. Didit mempercepat langkahnya menuju tangga dan segera naik menuju kamarnya.
Tepat di depan pintu kamar orang tuanya Didit berhenti. Dia menarik nafas kemudian mendorong pintu kamar itu sedikit demi sedikit. Dengan jelas Didit melihat seseorang sedang membuka dompet bunda dan menarik selembar uang. Untung orang itu berdiri membelakangi pintu jadi tak akan tahu jika Didit sedang melihat perbuatannya. Didit Segera merekam kejadian itu menggunakan handphone. Kira-kira sudah cukup, Didit langsung meninggalkan kamar itu. Lalu saat itu Handphone Didit berbunyi, Handphone Didit bergetar dan berdering. Dia terkejut mendengar bunyi alarm dari handphone nya. Didit mempercepat langkahnya menuju tangga dan segera naik menuju kamarnya.
Keesokan harinya, pagi-pagi sekali Didit
menemui bundanya di dapur dan menunjukkan rekaman di handphone nya. Bunda
sangat terkejut tak menyangka ternyata anak pertamanya yang telah mencuri
uangnya. “Bilang sama Bunda dengan jujur, apakah Didit tahu kak Gilang mencuri
uang Bunda untuk apa?”
Didit menceritakan apa yang dilihatnya setiap melintas di dekat warung makan saat berjalan pulang dari sekolah. “Didit baru tahu kemarin Bunda kalau Kak Gilang bermain kartu dengan teman-temannya di warung. Kata Andhika teman Didit itu adalah judi karena bermainnya memakai uang.”
“Bangunkan kakakmu sekarang, suruh kemari menemui Bunda,” kata Bunda terlihat marah.
Gilang tertunduk ketika berhadapan dengan bundanya. Mulutnya seakan terkunci tak bisa mengeluarkan suara saat ia melihat bunda marah dan menasihatinya. “Maafkan Gilang, Bun. Gilang berjanji tidak akan mengulanginya lagi,” kata Gilang dengan menyesal.
“Selama satu bulan, Bunda tidak memberi uang saku buat Gilang. Gilang juga tidak boleh ke mana-mana sehabis pulang sekolah. Ini hukumannya buat Gilang. Perbuatan Gilang itu sangat salah, merugikan orang lain dan sangat berdosa. Dari sekaranglah harus belajar untuk tidak mengambil hak orang lain dan tidak berbohong. Bunda juga tidak mau anak Bunda seorang penjudi,” ujar Bunda sambil menatap mata anak pertamanya yang berdiri dengan gemetar.
Anak laki-laki yang telah duduk di bangku kelas enam itu menangis tanpa bersuara.
“Bunda tidak akan memukul Gilang, juga tidak akan mengatakan ini pada Ayah. Semoga Gilang sadar kalau perbuatan Gilang akan merugikan Gilang sendiri. Jadilah anak baik seperti adikmu, Nak.” lanjut Bunda tersenyum sambil membelai rambut anaknya dan menghapus air mata yang membasahi pipi Gilang
“Maafkan Didit, Kak. Didit yang merekam perbuatan Kakak semalam dan menunjukkannya pada Bunda. Bukan Didit mau membuat Kakak dimarahi, Didit hanya ingin Kakak sadar jika kelakuan Kakak salah,” ujar Didit yang telah berada di dekat Gilang dan bundanya.
“Tidak apa-apa, Dit. Kakak memang pantas dimarahi karena telah melakukan perbuatan yang salah,” balas Gilang yang mulai mau tersenyum.
“Kakak tenang saja. Selama satu bulan ini, setengah dari uang saku Didit akan Didit berikan untuk Kakak. Didit tidak tega kalau Kakak sampai tidak jajan di sekolah. Tapi, Kakak harus janji ya tidak akan berjudi lagi!” kata Didit.
“Terima kasih adikku, kamu memang anak yang baik,”
Mendengar perkataan Didit, Bunda jadi terharu.
Cerpen
tersebut menceritakan tentang:
-
Manusia dan Tanggung Jawab :
Gilang tertunduk ketika berhadapan
dengan bundanya. Mulutnya seakan terkunci tak bisa mengeluarkan suara saat ia
melihat bunda marah dan menasihatinya. “Maafkan Gilang, Bun. Gilang berjanji
tidak akan mengulanginya lagi,” kata Gilang dengan menyesal.
-
Manusia dan Cinta Kasih :
“Bunda tidak akan memukul Gilang, juga
tidak akan mengatakan ini pada Ayah. Semoga Gilang sadar kalau perbuatan Gilang
akan merugikan Gilang sendiri. Jadilah anak baik seperti adikmu, Nak.” lanjut
Bunda tersenyum sambil membelai rambut anaknya dan menghapus air mata yang
membasahi pipi Gilang
-
Manusia dan Kegelisahan :
“Bicara apa Bunda?” tanya Didit agak
gugup. Dia takut bunda akan menanyakan pertanyaan seperti biasa, di mana
kakaknya sekarang dan kenapa belum pulang. Didit takut untuk berbohong.
Ternyata bukan itu yang akan dibicarakan bundanya.
“Begini, sudah empat hari ini Bunda kehilangan uang di dompet. Dompet itu Bunda letakkan di lemari, tepatnya di bawah pakaian Bunda. Setiap hari uang Bunda hilang Rp20.000.
Ternyata bukan itu yang akan dibicarakan bundanya.
“Begini, sudah empat hari ini Bunda kehilangan uang di dompet. Dompet itu Bunda letakkan di lemari, tepatnya di bawah pakaian Bunda. Setiap hari uang Bunda hilang Rp20.000.
Amanat :
Dalam cerita
ini kita mendapat pelajaran, kita tidak boleh mencuri dan harus memiliki
tanggung jawab dan juga kita harus berbicara dengan jujur agar tidak mendapat
kesulitan.
Sumber:
Cerpen Mu, Cerpen Keluarga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar