Rabu, 02 Januari 2013

tugas ilmu sosial dasar - tawuran pelajar


TUGAS SOFTSKILL





Nama         : Septian Dwi Suryanto
Kelas         : 1KA38
NPM           : 16112930



SISTEM INFORMASI
Universitas Gunadarma
2012


TAWURAN PELAJAR


Berbagai pihak sudah lelah untuk membicarakan tawuran pelajar SMA. pemikiran para ahli sebagai tawaran pemecahan masalah. Pada umumnya, tawuran diamati sebagai kenakalan remaja. Ada yang melihatnya sebagai perilaku bermasalah.

Berbagai upaya ditempuh dengan melibatkan kepolisian, hasilnya belum menggembirakan. Yang terjadi, kekerasan dalam tawuran kian meningkat, nekat, dan beringas. 

Juga tak ditemukan hubungan antara siswa yang terlibat tawuran dan penyalahgunaan narkoba. Justru untuk menyelamatkan diri dari tawuran, seorang siswa harus punya kesadaran dan kewaspadaan tinggi serta kondisi fisik prima. Penelitian, siswa yang terlibat punya karakteristik pribadi dan latar belakang berbeda dari kelompok siswa yang tawuran. Menurut mereka, rasa permusuhan yang mendominasi situasi tawuran harus dipahami dalam kerangka dinamika kelompok yang amat kecil kaitannya dengan karakteristik individual anggota kelompok tawuran.

Pendapat yang menyatakan sekolah berkualitas buruk dan berdisiplin rendah sering terlibat tawuran juga tak sepenuhnya benar. Dalam kenyataan, keterlibatan sekolah yang secara akademis tergolong papan atas dalam tawuran cukup tinggi dan membahayakan dalam arti menimbulkan korban tewas. Ada juga sekolah berkualitas baik dan berdisiplin tinggi, tetapi masih terlibat dengan tawuran pelajar. 

>Tawuran dan premanisme

Sudah saatnya tawuran tak lagi dianggap kenakalan remaja biasa. Perilaku mengedepankan kekerasan ini, hingga September 2012, telah menimbulkan 14 korban tewas (ditambah korban Manggarai). Kekerasan ini sudah merupakan perilaku melanggar hukum.





Kemungkinan pelaku tak segan membunuh lawannya merupakan wujud dari insting agresif. Insting ini mendorong manusia menghancurkan manusia lain, berupa tingkah laku agresif yang mengandung kebencian, ditandai kepuasan yang diperoleh karena lawan menderita, luka, atau mati, dan yang memberikan kepuasan dengan melihat lawan gagal mencapai tujuan yang diinginkan.

Ada perbedaan persepsi. Pelajar menganggap kenakalan yang dilakukan hanya manifestasi simbolis aspirasi mereka karena sering diperlakukan tak adil. Mereka mencoba mengidentifikasikan diri sebagai remaja yang berbeda dari orang di sekitarnya, di sekolahnya, di jalan, bahkan di masyarakat. Ini cara mempromosikan diri, dan mereka bertemu dengan kawan senasib mereka lantas membentuk kelompok tertentu. Sebaliknya, masyarakat cenderung menganggap tingkah laku ini sebagai kejahatan dan menuntut diberlakukan sanksi pidana. Penggolongan itu sangat tergantung apakah tingkah laku itu sudah jadi karakter pelaku dan apakah dalam situasi serupa akan dilakukan berulang- ulang atau tidak.

Tawuran pelajar tampak mirip gejala premanisme. Kultur ini cenderung terkait masyarakat bawah. Sempitnya lapangan kerja, krisis ekonomi, dan ketimpangan pendapatan mencolok, mendorong mereka kian terpuruk ke pinggiran. mereka berpotensi melakukan perbuatan menyimpang ataupun kejahatan untuk penuhi kebutuhan masing-masing. Dewasa ini, perilaku pelajar yang terlibat tawuran meniru nilai-nilai budaya preman, antara lain pencarian pengakuan status dengan menunjukkan ketangguhan, dan keberanian

Pelajar cenderung menganggap tawuran sebagai cara memperoleh pengakuan dan status tinggi serta disegani dalam kelompoknya. Kian tinggi intensitas dan frekuensi dalam tawuran  dan kian berat pelanggaran di mata hukum dengan melakukan pemukulan atau penganiayaan, makin tinggi status. Budaya premanisme yang ditiru berikutnya adalah mitos ketangguhan dan keberanian. Pada nilai ini, yang dilihat adalah kehebatan fisik, ditandai kekuatan menanggung pukulan, menerima serangan, hingga diintimidasi polisi dan pihak lain tertangkap akibat tawuran, serta keberanian melakukan perbuatan berisiko dan nekat.









>Tawuran dan peranti hukum

Sanksi lebih ditujukan pada individu. Menjatuhkan sanksi pada kelompok secara merata hampir sangat tak mungkin. Melihat sifat kolektif tawuran yang begitu rumit dan khas, perlu tindakan yang bersumber dari peranti hukum pidana berupa sanksi yang adil dan efektif.

Kekerasan kelompok sering kali dicoba diatur dalam Pasal 170 KUHP. Pasal ini berbunyi, ”Barang siapa terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan”. Pasal ini mengandung kendala dan kontroversial. Subyek ”barang siapa” menunjuk pelaku satu orang. Sementara istilah ”dengan tenaga bersama” mengindikasikan suatu kelompok manusia. menurut penjelasannya, tak ditujukan pada kelompok yang tak turut melakukan kekerasan. Ancaman hanya ditujukan kepada yang benar-benar terbuka dan dengan tenaga bersama melakukan tawuran. Mengingat suatu kelompok massa, khususnya pelajar unik sifatnya, Pasal 170 KUHP sukar diterapkan karena banyak pelaku tawuran sebenarnya terlibat secara tak sengaja atau hanya ikut-ikutan dalam kerumunan.

Orientasi perlu penegakan isi Pasal 170 KUHP dengan mempertimbangkan semua aspek yang saling memengaruhi. Karena masalahnya bukan pada materi hukumnya, faktor sosiologis, psikologis, ataupun budaya harus diperhitungkan. Perlu kerja sama aparat penegak hukum, pihak kepolisian, pihak sekolah, dan pihak orangtua (keluarga) untuk menciptakan penegakan hukum yang adil.










>DAMPAK PERKELAHIAN PELAJAR
Jelas bahwa perkelahian pelajar ini merugikan banyak pihak. Paling tidak ada empat kategori dampak negatif dari perkelahian pelajar. Pertama, pelajar (dan keluarganya) yang terlibat perkelahian sendiri jelas mengalami dampak negatif pertama bila mengalami cedera atau bahkan tewas. Kedua, rusaknya fasilitas umum seperti bus, halte dan fasilitas lainnya, serta fasilitas pribadi seperti kaca toko dan kendaraan. Ketiga, terganggunya proses belajar di sekolah. Terakhir, mungkin adalah yang paling dikhawatirkan para pendidik, adalah berkurangnya penghargaan siswa terhadap toleransi, perdamaian dan nilai-nilai hidup orang lain. Para pelajar itu belajar bahwa kekerasan adalah cara yang paling efektif untuk memecahkan masalah mereka, dan karenanya memilih untuk melakukan apa saja agar tujuannya tercapai. Akibat yang terakhir ini jelas memiliki konsekuensi jangka panjang terhadap kelangsungan hidup bermasyarakat di Indonesia.
>CARA PENCEGAHAN TAWURAN PELAJAR
Agar tidak menjadi tambah parah tawuran, polisi harus lebih bertindak tegas terhadap pelajar/siswa. Razia terhadap pelajar/siswa yang sedang bergerombol/berkumpul.
Biasanya saat dalam razia, pelajar/siswa sering membawa senjata tajam, Jika dalam hal razia tidak dilakukan, bisa saja dalam hal tawuran ini bisa terulang kembali lagi, dan makin banyak korban jiwa.
Dalam sudut pandang pendidikan para pelajar tersebut lebih memilih untuk berkelahi dengan pelajar lainnya, ketimbang memilih untuk berteman atau berkawan, karena pola pikir pelajar lebih memilih memukul daripada berjabat tangan dengan pelajar lainnya.


>KESIMPULAN
Jadi dalam tawuran itu terjadi, biasanya ada permasalahan antar pelajar dengan pelajar lainnya, dalam tawuran ini, sudah jelas merugikan banyak pihak.
Berbagai upaya ditempuh dengan melibatkan kepolisian, hasilnya belum menggembirakan. Yang terjadi, kekerasan dalam tawuran kian meningkat, nekat, dan beringas. 
Pelajar cenderung menganggap tawuran sebagai cara memperoleh pengakuan dan status tinggi serta disegani dalam kelompoknya.

Para pelajar itu belajar bahwa kekerasan adalah cara yang paling efektif untuk memecahkan masalah mereka, dan karenanya memilih untuk melakukan apa saja agar tujuannya tercapai. Akibat yang terakhir ini jelas memiliki konsekuensi jangka panjang terhadap kelangsungan hidup bermasyarakat di Indonesia.
Pelajar menganggap kenakalan yang dilakukan hanya manifestasi simbolis aspirasi mereka karena sering diperlakukan tak adil. Mereka mencoba mengidentifikasikan diri sebagai remaja yang berbeda dari orang di sekitarnya, di sekolahnya, di jalan, bahkan di masyarakat.
>SOLUSI
1.    Para Siswa wajib diajarkan dan memahami bahwa semua permasalahan tidak akan selesai jika penyelesaiannya dengan menggunakan kekerasan.
2.    Lakukan komunikasi dan pendekatan secara khusus kepada para pelajar untuk mengajarkan cinta kasih.
3.    Pengajaran ilmu beladiri yang mempunyai prinsip penggunaan untuk menyelamatkan orang dan bukan untuk menyakiti orang lain.
4.    Ajarkan ilmu sosial Budaya, ilmu sosial budaya sangat bermanfaat untuk pelajar khususnya, yaitu agar tidak salah menempatkan diri di lingkungan masyarakat.
5.    Tindakan kekerasan pasti akan menular, Pihak yang berwenang haruslah tegas memberikan sanksi untuk pelaku tindak kekerasan.





>PENDAPAT
Menurut saya agar tidak terjadinya tawuran antar pelajar, Guru atau Orang Tua harus lebih menegaskan lagi anak-anak atau murid-muridnya, agar tidak terjadinya tawuran antar pelajar dengan pelajar lainnya.
Dan jika masalah tawuran masih berlanjut, polisi juga harus ikut turun tangan dalam masalah antar tawuran pelajar ini, polisi harus menghentikan tawuran pelajar, sediakan polisi yang khusus untuk mengamankan anak-anak sekolah yang suka nongkrong, seperti tempat-tempat warung-warung dan lain-lain, yang biasanya dijadikan tempat tongkrongan anak-anak SMA.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar