TUGAS
SOFTSKILL
Nama : Septian Dwi Suryanto
Kelas : 1KA38
NPM : 16112930
SISTEM
INFORMASI
Universitas Gunadarma
2012
TAWURAN PELAJAR
Berbagai
pihak sudah lelah untuk membicarakan tawuran pelajar SMA. pemikiran para ahli
sebagai tawaran pemecahan masalah. Pada umumnya, tawuran diamati sebagai
kenakalan remaja. Ada yang melihatnya sebagai perilaku bermasalah.
Berbagai upaya ditempuh dengan melibatkan
kepolisian, hasilnya belum menggembirakan. Yang terjadi, kekerasan dalam
tawuran kian meningkat, nekat, dan beringas.
Juga tak ditemukan hubungan antara siswa yang
terlibat tawuran dan penyalahgunaan narkoba. Justru untuk menyelamatkan diri
dari tawuran, seorang siswa harus punya kesadaran dan kewaspadaan tinggi serta
kondisi fisik prima. Penelitian, siswa yang terlibat punya karakteristik
pribadi dan latar belakang berbeda dari kelompok siswa yang tawuran. Menurut
mereka, rasa permusuhan yang mendominasi situasi tawuran harus dipahami dalam
kerangka dinamika kelompok yang amat kecil kaitannya dengan karakteristik
individual anggota kelompok tawuran.
Pendapat yang menyatakan sekolah berkualitas
buruk dan berdisiplin rendah sering terlibat tawuran juga tak sepenuhnya benar.
Dalam kenyataan, keterlibatan sekolah yang secara akademis tergolong papan atas
dalam tawuran cukup tinggi dan membahayakan dalam arti menimbulkan korban
tewas. Ada juga sekolah berkualitas baik dan berdisiplin tinggi, tetapi masih
terlibat dengan tawuran pelajar.
>Tawuran dan premanisme
Sudah saatnya tawuran tak lagi dianggap
kenakalan remaja biasa. Perilaku mengedepankan kekerasan ini, hingga September
2012, telah menimbulkan 14 korban tewas (ditambah korban Manggarai). Kekerasan ini
sudah merupakan perilaku melanggar hukum.
Kemungkinan pelaku tak segan membunuh lawannya merupakan wujud dari
insting agresif. Insting ini mendorong manusia menghancurkan manusia lain,
berupa tingkah laku agresif yang mengandung kebencian, ditandai kepuasan yang
diperoleh karena lawan menderita, luka, atau mati, dan yang memberikan kepuasan
dengan melihat lawan gagal mencapai tujuan yang diinginkan.
Ada perbedaan persepsi. Pelajar menganggap
kenakalan yang dilakukan hanya manifestasi simbolis aspirasi mereka karena
sering diperlakukan tak adil. Mereka mencoba mengidentifikasikan diri sebagai
remaja yang berbeda dari orang di sekitarnya, di sekolahnya, di jalan, bahkan
di masyarakat. Ini cara mempromosikan diri, dan mereka bertemu dengan kawan
senasib mereka lantas membentuk kelompok tertentu. Sebaliknya, masyarakat
cenderung menganggap tingkah laku ini sebagai kejahatan dan menuntut
diberlakukan sanksi pidana. Penggolongan itu sangat tergantung apakah tingkah
laku itu sudah jadi karakter pelaku dan apakah dalam situasi serupa akan
dilakukan berulang- ulang atau tidak.
Tawuran pelajar tampak mirip gejala premanisme.
Kultur ini cenderung terkait masyarakat bawah. Sempitnya lapangan kerja, krisis
ekonomi, dan ketimpangan pendapatan mencolok, mendorong mereka kian terpuruk ke
pinggiran. mereka berpotensi melakukan perbuatan menyimpang ataupun kejahatan
untuk penuhi kebutuhan masing-masing. Dewasa ini, perilaku pelajar yang
terlibat tawuran meniru nilai-nilai budaya preman, antara lain pencarian
pengakuan status dengan menunjukkan ketangguhan, dan keberanian
Pelajar cenderung menganggap tawuran sebagai
cara memperoleh pengakuan dan status tinggi serta disegani dalam kelompoknya.
Kian tinggi intensitas dan frekuensi dalam tawuran dan kian berat pelanggaran di mata hukum
dengan melakukan pemukulan atau penganiayaan, makin tinggi status. Budaya
premanisme yang ditiru berikutnya adalah mitos ketangguhan dan keberanian. Pada
nilai ini, yang dilihat adalah kehebatan fisik, ditandai kekuatan menanggung
pukulan, menerima serangan, hingga diintimidasi polisi dan pihak lain tertangkap
akibat tawuran, serta keberanian melakukan perbuatan berisiko dan nekat.
>Tawuran dan peranti
hukum
Sanksi lebih ditujukan pada individu.
Menjatuhkan sanksi pada kelompok secara merata hampir sangat tak mungkin.
Melihat sifat kolektif tawuran yang begitu rumit dan khas, perlu tindakan yang
bersumber dari peranti hukum pidana berupa sanksi yang adil dan efektif.
Kekerasan kelompok sering kali dicoba diatur
dalam Pasal 170 KUHP. Pasal ini berbunyi, ”Barang siapa terang-terangan dan
dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang diancam
dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan”. Pasal ini mengandung
kendala dan kontroversial. Subyek ”barang siapa” menunjuk pelaku satu orang.
Sementara istilah ”dengan tenaga bersama” mengindikasikan suatu kelompok
manusia. menurut penjelasannya, tak ditujukan pada kelompok yang tak turut
melakukan kekerasan. Ancaman hanya ditujukan kepada yang benar-benar terbuka
dan dengan tenaga bersama melakukan tawuran. Mengingat suatu kelompok massa,
khususnya pelajar unik sifatnya, Pasal 170 KUHP sukar diterapkan karena banyak
pelaku tawuran sebenarnya terlibat secara tak sengaja atau hanya ikut-ikutan
dalam kerumunan.
Orientasi perlu penegakan isi Pasal 170 KUHP
dengan mempertimbangkan semua aspek yang saling memengaruhi. Karena masalahnya
bukan pada materi hukumnya, faktor sosiologis, psikologis, ataupun budaya harus
diperhitungkan. Perlu kerja sama aparat penegak hukum, pihak kepolisian, pihak
sekolah, dan pihak orangtua (keluarga) untuk menciptakan penegakan hukum yang
adil.
>DAMPAK PERKELAHIAN PELAJAR
Jelas bahwa perkelahian pelajar ini merugikan
banyak pihak. Paling tidak ada empat kategori dampak negatif dari perkelahian
pelajar. Pertama, pelajar (dan keluarganya) yang terlibat perkelahian sendiri
jelas mengalami dampak negatif pertama bila mengalami cedera atau bahkan tewas.
Kedua, rusaknya fasilitas umum seperti bus, halte dan fasilitas lainnya, serta
fasilitas pribadi seperti kaca toko dan kendaraan. Ketiga, terganggunya proses
belajar di sekolah. Terakhir, mungkin adalah yang paling dikhawatirkan para
pendidik, adalah berkurangnya penghargaan siswa terhadap toleransi, perdamaian
dan nilai-nilai hidup orang lain. Para pelajar itu belajar bahwa kekerasan
adalah cara yang paling efektif untuk memecahkan masalah mereka, dan karenanya
memilih untuk melakukan apa saja agar tujuannya tercapai. Akibat yang terakhir
ini jelas memiliki konsekuensi jangka panjang terhadap kelangsungan hidup
bermasyarakat di Indonesia.
>CARA PENCEGAHAN TAWURAN PELAJAR
Agar tidak menjadi tambah parah tawuran, polisi harus
lebih bertindak tegas terhadap pelajar/siswa. Razia terhadap pelajar/siswa yang
sedang bergerombol/berkumpul.
Biasanya saat dalam razia, pelajar/siswa sering membawa
senjata tajam, Jika dalam hal razia tidak dilakukan, bisa saja dalam hal tawuran
ini bisa terulang kembali lagi, dan makin banyak korban jiwa.
Dalam sudut pandang pendidikan para pelajar tersebut
lebih memilih untuk berkelahi dengan pelajar lainnya, ketimbang memilih untuk
berteman atau berkawan, karena pola pikir pelajar lebih memilih memukul
daripada berjabat tangan dengan pelajar lainnya.
>KESIMPULAN
Jadi dalam tawuran itu terjadi, biasanya ada permasalahan
antar pelajar dengan pelajar lainnya, dalam tawuran ini, sudah jelas merugikan
banyak pihak.
Berbagai
upaya ditempuh dengan melibatkan kepolisian, hasilnya belum menggembirakan.
Yang terjadi, kekerasan dalam tawuran kian meningkat, nekat, dan beringas.
Pelajar cenderung menganggap tawuran sebagai
cara memperoleh pengakuan dan status tinggi serta disegani dalam kelompoknya.
Para pelajar itu belajar bahwa kekerasan
adalah cara yang paling efektif untuk memecahkan masalah mereka, dan karenanya
memilih untuk melakukan apa saja agar tujuannya tercapai. Akibat yang terakhir
ini jelas memiliki konsekuensi jangka panjang terhadap kelangsungan hidup
bermasyarakat di Indonesia.
Pelajar
menganggap kenakalan yang dilakukan hanya manifestasi simbolis aspirasi mereka
karena sering diperlakukan tak adil. Mereka mencoba mengidentifikasikan diri
sebagai remaja yang berbeda dari orang di sekitarnya, di sekolahnya, di jalan,
bahkan di masyarakat.
>SOLUSI
1.
Para
Siswa wajib diajarkan dan memahami bahwa semua permasalahan tidak akan selesai
jika penyelesaiannya dengan menggunakan kekerasan.
2.
Lakukan
komunikasi dan pendekatan secara khusus kepada para pelajar untuk mengajarkan
cinta kasih.
3.
Pengajaran
ilmu beladiri yang mempunyai prinsip penggunaan untuk menyelamatkan orang dan
bukan untuk menyakiti orang lain.
4.
Ajarkan
ilmu sosial Budaya, ilmu sosial budaya sangat bermanfaat untuk pelajar
khususnya, yaitu agar tidak salah menempatkan diri di lingkungan masyarakat.
5.
Tindakan
kekerasan pasti akan menular, Pihak yang berwenang haruslah tegas memberikan
sanksi untuk pelaku tindak kekerasan.
>PENDAPAT
Menurut saya agar
tidak terjadinya tawuran antar pelajar, Guru atau Orang Tua harus lebih
menegaskan lagi anak-anak atau murid-muridnya, agar tidak terjadinya tawuran
antar pelajar dengan pelajar lainnya.
Dan jika masalah
tawuran masih berlanjut, polisi juga harus ikut turun tangan dalam masalah
antar tawuran pelajar ini, polisi harus menghentikan tawuran
pelajar, sediakan polisi yang khusus untuk mengamankan anak-anak sekolah yang
suka nongkrong, seperti tempat-tempat warung-warung dan lain-lain, yang
biasanya dijadikan tempat tongkrongan anak-anak SMA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar